Senin, 15 Mei 2017

Peranan Agama dalam Pendidikan

Peranan Agama dalam Pendidikan

a.       Konsep Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan adalah upaya mengarahkan perkembangan kepribadian (aspek psikologik dan psikofisik) manusia sesuai dengan hakekatnya agar menjadi insan kamil, dalam rangka mencapai tujuan akhir kehidupannya, yaitu kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.[1]
b.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan tujuan perantara hidup. Artinya dengan mencapai tujuan pendidikan diharapkan manusia kemudian bisa mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia sendiri, menurut hakekatnya, adalah mencapai kebahagian hidup didunia dan diakhirat, seperti tercermin dalam doa setiap manusia (yang beriman) sebagai berikut:
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan didunia dan kebaikan diakhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S.Al-Baqarah, 2:201).[2]
c.       Ranah (lingkup obyek pendidikan)
Sasaran atau obyek pendidikan itu adalah aspek kepribadian atau aspek psikologik dan aspek psikofisik (psikomotorik) manusia. Dalam bahasa sehari-hari yang dijadikan sasaran pendidikan adalah perkembangan daya cipta, rasa, dan karsa manusia. Dalam bahasa kependidikan populer dewasa ini yang menjadi obyek sasaran pendidikan adalah kemampuan intelektual (kognitif), rasa/sikap (afektif), dan keterampilan psikofisik (psikomotorik). Dalam istilah populer dikalangan Depdikbud yang menjadi ssaran  gagapan pendidikan adalah ketakwaan, kecerdasan, budi pekerti dan keterampialan, semua ini untuk mudahnya disebut dengan kepribadian, jadi kepribadian bukan dalam arti kebudipekertian saja,
melainkan untuk menyebut aspek yang bukan jasmaniah pada diri manusia.[3]
1.      Ketakwaan (rasa keagamaan)
2.      Kecerdasan (intelektual)
3.      Rasa dan sikap/budi pekerti
4.      Keterampilan
d.      Hukum dan Masa Pendidikan
Pendidikan tidak pernah berhenti, senantiasa berjalan, setidak-tidaknya pendidikan dan oleh untuk diri sendiri (belajar).
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (H.R.IbnuMajah)
Dalam hadis ini tidak ditegaskan secara jelas batasan umur yang dimaksud dengan muslim dan muslimat itu.[4]
e.       Pendidikan dan Wahana Pendidikan
Pada dasarnya setiap orang harus menjadi pendidik, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Pendidik tidak harus diasosiasikan sama dengan pengajar dilembaga pendidikan formal. Orangtua, sangat bahkan, menjadi pendidik pertama dan utama. Keluarga merupakan wahana pendidikan pertama dan utama oleh islam sangat diperhatikan. Wahana atau tempat berlangsungnya pendidikan bukan Cuma dilingkungan keluarga . sejalan dengan perkembangan anak, dan sejalan dengan semakin luasnya ruang gerak hubungan anak, semakin bertambah luas pulalah ajang anak belajar dan memperoleh pendidikan. Faktor teman bermain akhirnya menjadi titik perhatian dalam pendidikan.[5]
Pendidikan, dalam perkembangan zaman dewasa ini, dapat diperoleh seseorang dari lembaga pendidikan formal dan nonformal. Jadi, selain pendidikan informal seperti yang telah disebutkan dimuka, seseorang dapat memperoleh pendidikan dari lembaga pendidikan yang formal (sekolah) dan yang nonformal (lembaga latihan dsb).[6]
f.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan
1.      Faktor dari dalam diri individu yang belajar
·         Kecerdasan, yaitu kemampuan untuk memahami dan menghadapi situasi dan kondisi sekitar dengan cepat
·         Bakat, yaitu potensi atau kemampuan terpendam yang sangat menonjol di dalam bidang tertentu
·         Minat, yaitu keinginan, kemauan, kehendak atau hasrat yang kuat terhadap sesuatu
·         Perhatian, yaitu dorongan, untuk mencurahkan daya kemampuan pengamatan (observasi) dengan panca indera terhadap sesuatu
·         Keadaan mental (psikis), yakni keadaan senang,sedih,gembira, duka, emosi, dsb
·         Keadaan fisik[7]
2.      Faktor dari luar individu diri individu yang belajar
·         Bahan atau materi yang dipelajari
·         Situasi dan kondisi lingkungan fisik
·         Situasi dan kondisi lingkungan sosial
·         Sistem pendidikan atau pengajaran[8]

a.       Psikologi pada Masa Filsafat Islam
Filsafat muslim sebagaimana sejarah muslim pada umumnya telah melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad ke-1 H/7 M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah tahap keguncangan selama setengah abad. Tahap ketiga merentang dari awal abad ke-4 H/14 M. Tahap keempat merupakan tahap paling menyedihkan, berlangsung selama satu setengah abad, inilah zaman kegelapan Islam. Tahap kelima bermula pada pertengahan abad ke-13 H/19 M yang merupakan periode renaisans modern. Dengan demikian sejarah filsafat islam mengalami pasang surut. Tokoh-tokoh muslim diantaranya:[9]
·         Al-Kindi
·         Ibnu Bajjah
·         Suhrawardi al-Magful
·         Nasir Al-Din Tusi[10]
b.      Psikologi Sosial
Tempat berlangsungnya pendidikan bukan Cuma dilingkungan keluarga. Sejalan dengan perkembangan anak, dan sejalan dengan semakin luasnya ruang gerak hubungan anak, semakin bertambah luas pulalah ajang anak belajar dan memperoleh pendidikan. Faktor teman bermain akhirnya menjadi titik perhatian dalam pendidikan.[11]
Maka dari itu interaksi sangat penting dalam islam, interaksi sosial yang didasari dengan kasih sayang atau silaturahmi merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan, sebaliknya memutuskannya sebagai sesuatu yang dilarang. Muhammad saw. Pernah bersabda bahwa orang yang memutus pertemanan tidak akan masuk surga dan termasuk orang yang paling dibenci disisi Allah swt. Di lain kesempatan, beliau pun pernah bersabda bahwa rahmat itu tidak akan diturunkan pada suatu bangsa yang didalamnya asa orang yang suka memutuskan tali silaturahmi, dan pintu langit pun  tertutup bagi mereka.
“Sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah bersabda janganlah kalian saling marah, janganlah kalian saling bermusuhan, janganlah kalian saling dengki dan jadilah hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Riwayat Ahmad)
Untuk mencapai interaksi sosial yang harmonis dan didasari dengan kasih sayang bukanlah sesuatu yang mudah. Menyatunya dua orang atau lebih dengan latar belakang yang beragam menyimpan potensi konflik yang cukup terbuka.[12]
c.       Problem-problem Pendidik dan Perlunya Bimbingan Konseling Pendidikan Islami
·         Individu tidak terampil mengerjakan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukannya setelah mempelajarinya
·         Individu tidak juga bisa memahami pokok bahasan (materi pelajaran) tertentu kendati telah dicoba mempelajarinya sekuat tenaga
·         Individu segan atau malas untuk mempelajari bahan pelajaran tertentu[13]
·         Individu sulit menyelesaikan tugas-tugas sekolah karena dirumah terlampau banyak pekerjaan yang juga harus diselesaikan
·         Individu bekali-kali gagal menguasai pelajaran yang harus dipelajarinya sesuai dengan target yang seharusnya
d.      Pengertian Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Bimbingan pendidikan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar kegiatan belajar atau pendidikannya senantiasa selaras dengan tujuan pendidikan islami, yaitu menjadi insan kamil sebagai sarana mencapai kebahagian hidup didunia dan diakhirat. Konseling pendidikan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu mengatasi segala hambatan dalam kegiatan belajar atau pendidikannya, dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengikuti ketentuan dan petunjuk Allah, agar menjadi insan kamil, sebagai sarana mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.[14]
e.       Tujuan Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
·         Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kegiatan belajar/pendidikannya
·         Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan belajar/pendidikan
·         Membantu individu memelihara situasi dan kondisi kegiatan belajar/pendidikannya agar tetap baik dan mengembangkannya agar tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik[15]
f.       Asas-asas Bimbingan Konseling Pendidikan Islami
·         Asas kebahagiaan dunia dan akhirat
·         Asas kewajiban menuntut ilmu
·         Asas pendidikan seumur hidup
·         Asas manfaat pendidikan
·         Asas kesesuaian dengan keadaan diri
·         Asas produktivitas[16]






[1] Aunur Rahim Faqih, 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta: UII Press, hlm. 96, cet II
[2] Ibid, hlm. 97
[3] Ibid, hlm. 98
[4] Ibid, hlm. 102
[5] Ibid, hlm. 103
[6] Ibid, hlm. 104
[7] Ibid, hlm. 105
[8] Ibid, hlm. 106
[9] Abdul Rahman Shaleh, 2004. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media, hlm. 13, cet. I

[10] Ibid, hlm. 14
[11] Aunur Rahim Faqih, Loc.cit
[12] Agus Abdul Rahman, 2014. Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 2, cet II
[13] Aunur Rahim Faqih, Op.cit, hlm. 107
[14] Ibid, hlm. 108
[15] Ibid, hlm. 109
[16] Ibid, hlm. 110