Peranan Agama dalam
Pendidikan
a. Konsep
Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan adalah upaya mengarahkan
perkembangan kepribadian (aspek psikologik dan psikofisik) manusia sesuai
dengan hakekatnya agar menjadi insan kamil, dalam rangka mencapai tujuan akhir
kehidupannya, yaitu kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.[1]
b. Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan tujuan
perantara hidup. Artinya dengan mencapai tujuan pendidikan diharapkan manusia
kemudian bisa mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia sendiri, menurut
hakekatnya, adalah mencapai kebahagian hidup didunia dan diakhirat, seperti
tercermin dalam doa setiap manusia (yang beriman) sebagai berikut:
“Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan didunia dan kebaikan diakhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S.Al-Baqarah, 2:201).[2]
c. Ranah
(lingkup obyek pendidikan)
Sasaran atau obyek pendidikan itu adalah
aspek kepribadian atau aspek psikologik dan aspek psikofisik (psikomotorik)
manusia. Dalam bahasa sehari-hari yang dijadikan sasaran pendidikan adalah
perkembangan daya cipta, rasa, dan karsa manusia. Dalam bahasa kependidikan
populer dewasa ini yang menjadi obyek sasaran pendidikan adalah kemampuan
intelektual (kognitif), rasa/sikap (afektif), dan keterampilan psikofisik
(psikomotorik). Dalam istilah populer dikalangan Depdikbud yang menjadi
ssaran gagapan pendidikan adalah
ketakwaan, kecerdasan, budi pekerti dan keterampialan, semua ini untuk mudahnya
disebut dengan kepribadian, jadi kepribadian bukan dalam arti kebudipekertian
saja,
melainkan
untuk menyebut aspek yang bukan jasmaniah pada diri manusia.[3]
1. Ketakwaan
(rasa keagamaan)
2. Kecerdasan
(intelektual)
3. Rasa
dan sikap/budi pekerti
4. Keterampilan
d. Hukum
dan Masa Pendidikan
Pendidikan tidak pernah berhenti,
senantiasa berjalan, setidak-tidaknya pendidikan dan oleh untuk diri sendiri
(belajar).
“Menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (H.R.IbnuMajah)
Dalam
hadis ini tidak ditegaskan secara jelas batasan umur yang dimaksud dengan
muslim dan muslimat itu.[4]
e. Pendidikan
dan Wahana Pendidikan
Pada dasarnya setiap orang harus menjadi
pendidik, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Pendidik tidak harus
diasosiasikan sama dengan pengajar dilembaga pendidikan formal. Orangtua,
sangat bahkan, menjadi pendidik pertama dan utama. Keluarga merupakan wahana pendidikan
pertama dan utama oleh islam sangat diperhatikan. Wahana atau tempat
berlangsungnya pendidikan bukan Cuma dilingkungan keluarga . sejalan dengan
perkembangan anak, dan sejalan dengan semakin luasnya ruang gerak hubungan
anak, semakin bertambah luas pulalah ajang anak belajar dan memperoleh
pendidikan. Faktor teman bermain akhirnya menjadi titik perhatian dalam
pendidikan.[5]
Pendidikan, dalam perkembangan zaman
dewasa ini, dapat diperoleh seseorang dari lembaga pendidikan formal dan
nonformal. Jadi, selain pendidikan informal seperti yang telah disebutkan
dimuka, seseorang dapat memperoleh pendidikan dari lembaga pendidikan yang
formal (sekolah) dan yang nonformal (lembaga latihan dsb).[6]
f. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pendidikan
1. Faktor
dari dalam diri individu yang belajar
·
Kecerdasan, yaitu
kemampuan untuk memahami dan menghadapi situasi dan kondisi sekitar dengan
cepat
·
Bakat, yaitu potensi
atau kemampuan terpendam yang sangat menonjol di dalam bidang tertentu
·
Minat, yaitu keinginan,
kemauan, kehendak atau hasrat yang kuat terhadap sesuatu
·
Perhatian, yaitu
dorongan, untuk mencurahkan daya kemampuan pengamatan (observasi) dengan panca
indera terhadap sesuatu
·
Keadaan mental
(psikis), yakni keadaan senang,sedih,gembira, duka, emosi, dsb
·
Keadaan fisik[7]
2. Faktor
dari luar individu diri individu yang belajar
·
Bahan atau materi yang
dipelajari
·
Situasi dan kondisi
lingkungan fisik
·
Situasi dan kondisi
lingkungan sosial
·
Sistem pendidikan atau
pengajaran[8]
a. Psikologi
pada Masa Filsafat Islam
Filsafat muslim sebagaimana sejarah
muslim pada umumnya telah melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama
berlangsung dari abad ke-1 H/7 M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah
tahap keguncangan selama setengah abad. Tahap ketiga merentang dari awal abad
ke-4 H/14 M. Tahap keempat merupakan tahap paling menyedihkan, berlangsung
selama satu setengah abad, inilah zaman kegelapan Islam. Tahap kelima bermula
pada pertengahan abad ke-13 H/19 M yang merupakan periode renaisans modern.
Dengan demikian sejarah filsafat islam mengalami pasang surut. Tokoh-tokoh
muslim diantaranya:[9]
·
Al-Kindi
·
Ibnu Bajjah
·
Suhrawardi al-Magful
·
Nasir Al-Din Tusi[10]
b. Psikologi
Sosial
Tempat
berlangsungnya pendidikan bukan Cuma dilingkungan keluarga. Sejalan dengan
perkembangan anak, dan sejalan dengan semakin luasnya ruang gerak hubungan
anak, semakin bertambah luas pulalah ajang anak belajar dan memperoleh
pendidikan. Faktor teman bermain akhirnya menjadi titik perhatian dalam
pendidikan.[11]
Maka
dari itu interaksi sangat penting dalam islam, interaksi sosial yang didasari
dengan kasih sayang atau silaturahmi merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan,
sebaliknya memutuskannya sebagai sesuatu yang dilarang. Muhammad saw. Pernah
bersabda bahwa orang yang memutus pertemanan tidak akan masuk surga dan
termasuk orang yang paling dibenci disisi Allah swt. Di lain kesempatan, beliau
pun pernah bersabda bahwa rahmat itu tidak akan diturunkan pada suatu bangsa
yang didalamnya asa orang yang suka memutuskan tali silaturahmi, dan pintu
langit pun tertutup bagi mereka.
“Sesungguhnya
Rasulullah saw. Pernah bersabda janganlah kalian saling marah, janganlah kalian
saling bermusuhan, janganlah kalian saling dengki dan jadilah hamba Allah yang
bersaudara. Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari
tiga hari.” (Riwayat Ahmad)
Untuk
mencapai interaksi sosial yang harmonis dan didasari dengan kasih sayang
bukanlah sesuatu yang mudah. Menyatunya dua orang atau lebih dengan latar
belakang yang beragam menyimpan potensi konflik yang cukup terbuka.[12]
c. Problem-problem
Pendidik dan Perlunya Bimbingan Konseling Pendidikan Islami
·
Individu tidak terampil
mengerjakan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukannya setelah mempelajarinya
·
Individu tidak juga
bisa memahami pokok bahasan (materi pelajaran) tertentu kendati telah dicoba
mempelajarinya sekuat tenaga
·
Individu segan atau
malas untuk mempelajari bahan pelajaran tertentu[13]
·
Individu sulit
menyelesaikan tugas-tugas sekolah karena dirumah terlampau banyak pekerjaan
yang juga harus diselesaikan
·
Individu bekali-kali
gagal menguasai pelajaran yang harus dipelajarinya sesuai dengan target yang
seharusnya
d. Pengertian
Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Bimbingan
pendidikan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
kegiatan belajar atau pendidikannya senantiasa selaras dengan tujuan pendidikan
islami, yaitu menjadi insan kamil sebagai sarana mencapai kebahagian hidup
didunia dan diakhirat. Konseling pendidikan islami adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu mengatasi segala hambatan dalam kegiatan
belajar atau pendidikannya, dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk
Allah yang harus senantiasa mengikuti ketentuan dan petunjuk Allah, agar
menjadi insan kamil, sebagai sarana mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.[14]
e. Tujuan
Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
·
Membantu individu
mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kegiatan
belajar/pendidikannya
·
Membantu individu
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan belajar/pendidikan
·
Membantu individu
memelihara situasi dan kondisi kegiatan belajar/pendidikannya agar tetap baik
dan mengembangkannya agar tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik[15]
f. Asas-asas
Bimbingan Konseling Pendidikan Islami
·
Asas kebahagiaan dunia
dan akhirat
·
Asas kewajiban menuntut
ilmu
·
Asas pendidikan seumur
hidup
·
Asas manfaat pendidikan
·
Asas kesesuaian dengan
keadaan diri
·
Asas produktivitas[16]
[1] Aunur Rahim Faqih, 2001.
Bimbingan dan Konseling dalam Islam.
Jogjakarta: UII Press, hlm. 96, cet II
[2] Ibid, hlm. 97
[3] Ibid, hlm. 98
[4] Ibid, hlm. 102
[5] Ibid, hlm. 103
[6] Ibid, hlm. 104
[7] Ibid, hlm. 105
[8] Ibid, hlm. 106
[9] Abdul Rahman Shaleh,
2004. Psikologi Suatu Pengantar dalam
Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media, hlm. 13, cet. I
[10] Ibid, hlm. 14
[12] Agus Abdul Rahman, 2014. Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali
Pers, hlm. 2, cet II
[13] Aunur Rahim Faqih,
Op.cit, hlm. 107
[14] Ibid, hlm. 108
[15] Ibid, hlm. 109
[16] Ibid, hlm. 110